Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami…
Penggalan sajak Kerawang Bekasi diatas, ditulis oleh Chairil Anwar pada tahun 1948, untuk mengungkapkan perasaannya terhadap situasi perang melawan tentara belanda waktu.
Sajak ini dapat diresapi dan dimengerti maknanya apabila kita berdiri dihadapan makam ratusan korban pembantaian tentara Belanda di Monomen Rawaged e Desa Balong Sari dan mendengarkan kisah pilu dari para korban,janda korban dan anak cucu korban pembantaian.
Enam puluh empat tahun silam tepatnya pada tanggal 9 Desember 1947, tentara belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede yang terletak di antara Kerawang dan Bekasi Jawa Barat. Tentara Belanda mamasuki desa tersebut untuk mencari para pejuang kemerdekaan Indonesia khususnya Kapten Lukas Kastario yang berkali berhasil menyerang patroli patroli dan pos pos militer Belanda, mereka menggeledah tiap tiap rumah penduduk namun hasilnya nihil, tidak satupun pejuang kemerdekaan yang mereka dapati. Tentara Belanda marah, mereka menyuruh semua penduduk laki laki baik itu anak anak maupun orang dewasa berkumpul dilapangan, mereka kembali menanyakan keberadaan para pejuang kemerdekaan namun tak satupun penduduk yang menjawabnya. Kemudian dengan brutalnya para tentara Belanda menembaki mereka, banyak sekali korban yang berjatuhan tapi ada juga yang berhasil meny elamatkan diri dengan lari ke hutan dengan luka tembak di tubuhnya.
Dengan peralatan seadanya para wanita menguburkan para korban kekejian tentara Belanda tersebut, selama berminggu minggu bau anyer darah dan bau busuk menyelimuti desa Rawagede. Sebuah tragedi kemanusian yang awalnya tidak diakui oleh Kerajaan Belanda namun dengan perjuangan yang cukup berat, ahirnya para korban, janda dan anak anak korban tragedi Rawagede berhasil memaksa Kerajaan Belanda untuk mengakui dan meminta maap atas kekejian tentara Belanda 64 tahun silam tersebut.
Edi 11